Hands off Venezuela – Indonesia (HoV-Indonesia) sudah dibentuk. Menurut rencana peluncurannya akan dilaksanakan di Jakarta pada bulan Maret mendatang. Acaranya sendiri akan diisi dengan diskusi tentang perkembangan Venezuela terkini dan pemutaran film No Volveran: The Venezuelan Revolution Now. Menanggapi perkembangan itu, dalam kesempatan ini saya akan mengulas apa sebenarnya makna kehadiran HoV di Indonesia, baik bagi Venezuela sendiri maupun tentu saja bagi Indonesia. Mengapa hal penting diulas, sebab menurut saya munculnya inisiatif kawan-kawan di Indonesia untuk membentuk HoV-Indonesia dilandasi oleh prinsip yang bersesuaian dengan kenyataan di Venezuela di satu sisi, dan bercermin pada sejarah dan kenyatan Indonesia di sisi lain.
Hands off Venezuela atau "Jangan Sentuh Venezuela", seperti bisa kita simak dari latar belakang pembentukkannya, muncul sebagai tanggapan terhadap usaha kaum reaksioner yang menentang Chavez guna menggembosi Revolusi Bolivarian. Mereka menggunakan media sebagai ujung tombak dalam melancarkan serangan terhadap Chavez dan kekuatan sayap kiri pendukungnya. Tentang bagaimana media memainkan peran dalam usaha menggembosi Revolusi Bolivarian bisa kita lihat jelas dalam film dokumenter The Revololution will not be Televised.
Menurut saya, Hands off Venezuela adalah aktualisasi dari prinsip yang menyatakan bahwa perlawanan terhadap kapitalisme tidak bisa hanya dilaksanakan di satu negara. HoV adalah gerakan internasionalisme. HoV-Indonesia selayaknya bisa mewadahi dua misi: pertama, memberikan dukungan penuh terhadap Revolusi Bolivarian di Venezuela sebagaimana yang dinyatakan dalam prinsip dan konstitusi Hands off Venezuela; dan kedua, mengkampanyekan usaha melanjutkan Revolusi Indonesia yang pada era Soekarno—meminjam istilah comrade Samsir Mohamad—dikompromikan, dan di era-era selanjutnya dipetieskan.
Secara praktis HoV-Indonesia harus mampu bermain di dua tataran. Pertama, menjadi wahana pembelajaran dan analisis terhadap sejarah dan dinamika politik di Venezuela dan Indonesia. Usaha untuk membandingkan keduanya tentu tidak bisa parsial dan hanya melihat keberhasilan-keberhasilan saja, melainkan justru harus jeli terhadap beberapa kelemahan dan (jika ada) ketidakonsistenan terhadap prinsip-prinsip sosialisme. Kedua, berdasarkan kajian dan analisis tersebut HoV-Indonesia selayaknya mampu memberikan kritik—dalam makna menunjukkan kekurangan/kelemahan dan memberikan alternatif jalan keluar—terhadap perkembangan di Venezuela dan Indonesia.
Lalu, bagaimana menerjemahkan itu di lapangan, dan jalan masuk apa yang realistis untuk ditempuh? Setelah membaca beberapa tulisan comrade Samsir Mohamad di Rumah Kiri, kiranya patut dipertimbangkan sekaligus dikaji lebih dalam lagi gagasan dia untuk menjadikan konstitusi Indonesia sebagai jalan masuk bagi usaha melanjutkan Revolusi Indonesia yang sejalan dengan tujuan RI didirikan. Ada banyak jalan menuju Roma, demikian juga Revolusi Indonesia.